Rindu dipelupuk mata mencoba mengajakku menulis sedikit demi sedikit kenangan yang telah terbangun setahun bersamamu. Perpisahan di tataran pimpinan tak lantas membuat kita jauh, karena semua yang kita alami tertulis dengan indah meski ku katakan aku tak mampu tertulis satu persatu kenangan itu, kenangan yang hanya aku dan kalian yang tahu secara detail. Kenangan yang akan membimbing dan akan menjadikanku lebih baik dihadapan Robbku, kalian tak hanya tertulis sebagai teman dan pimpinan di Ikatan ini tapi juga saudara yang terlampau sulit kutemukan disudut pencarian saudara sesungguhnya, hingga tulisan ini kurangkai bayangan tentang perjalanan kepemimpinan menari dan memaksaku mengatakan bahwa apa jadinya ketika kita tak bersama waktu itu, mampukah aku menulis kenangan yang lebih dari kenangan bertemu dan merangkai kehidupan bersamamu? bertemu dan merangkai kehidupan meski hanya setahun perjalanan kepemimpinan tak dapat tergantikan dengan apapun di hati ini, tak pernah lepas kubisik pada hati dan kuucap lewat lisan atas karunia Roobku yang telah mempertemukan kita di Ikatan yang mulia ini.
Inikah Rasa itu?, Rasa mengkecamuk dalam dada, ingin berteriak sekencang-kencangnya mengingat amanah yang telah kulalaikan, maafkan aku Robbku, aku tak mampu memilih waktu itu, sekarang penyesalan datang bertubi-tubi, amanah instruktur untuk bertugas di DAD aku lalaikan, amanah di Pimpinan Cabang pun terbengkalai, amanah ku juga di pesanteren tidak terlalu maksimal karena mengingat amanah di luar yang kulalaikan, terus apa yang mampu aku persembahkan di depan-Mu Robbku, haruskan iffah datang dihadapan-Mu dengan setumpuk amanah yang terabaikan???, tepatnya 14 september 2012 aku iyakan untuk membina di pondok pesanteren ummul mikminin, aku tak percaya dengan statement teman-teman yang mengatakan kegiatan diluar harus dibatasi ketika masuk disini, aku tetap berfikiran positif, pesanteren ini milik muhammadiyah, mustahillah orang-orang disini membatasi kita keluar untuk membesarkan organisasi yang juga dibawah naungan muhammadiyah, tapi sudahlah iffah, tak perlu merefleksi kembali kehidupan yang telah berlalu hanya menambah luka dihati, persiapkan diri untuk keluar dari pondok pesanteren ini, amanahmu di pimpinan minus 2 hari lagi, alasan terbesarmu masuk disini hanya untuk bisa melakukan yang terbaik untuk Pimpinan Cabang, meski hasilnya tak sesuai harapan, Iffah sudah berusaha ya Robbi, maafkan iffah Robbi, maafkan iffah teman-teman dan kakak-kakak pimpinan cabang, maafkan iffah rekan-rekan instruktur, serta maafkan iffah kader imm kota makassar.
Aku tahu, faham, mengerti, bahwa hidup itu butuh retorika, tapi yang menjadi persoalan adalah bagaimana jika hidup hanya di sekitar pusaran retorika? apakah tak rancu?, aku tahu, faham, bahkan sangat-sangat mengerti anak yang diberikan kemampuan berbicara di usia dini pun mampu untuk beretorika (jika hanya sekedar protes keadaan), kalau sudah seperti ini terus apa bedanya kita dengan anak kecil tadi. Kemampuan retorika yang kau miliki kawan manfaatkanlah dengan baik, dan yang terpenting kau mampu merealisasikan apa yang kau retorikakan.
Semalam menitis air mata sayaketikasahabat saya mengatakan “kitalah yang harus menjaga dan meneruskan
perjuangan ini sekalipun sahabat-sahabat yang sebelum ini bersama-sama kita
tidak lagi bergandeng tangan”. Sejenak saya rasakan susahnya bila mau menjadi
muslimah yang mau terus terlibat aktif dengan perjuangan. Bertambah susah lagi
bila sudah mempunyai suami dan anak,.....astagfirullahaladzim.....,bagaimana
saya bisa membina persepsi yang demikian,.....teringat saya pada satu ayat
Al-Qu’ran : “ Mereka itu adalah pakaian bagi kamu dan kamu adalah pakaian
mereka “ ( Al Baqarah 187 ). Justru seharusnya kedua-dua individu ini saling
bertolak ansur, kuat menguatkan dalam mengarungi medan perjuangan ini.
ALLAHUAKBAR,.... barulah akan tertunainya hasrat untuk melahirkan kehidupan
islami.
Lantas
saya coba untuk menyorot kembali sirah perjuangan orang-orang yang terdahulu.
Banyaknya muslimah yang saya jumpai mampu menjadi seorang istri dan pejuang
yang tangguh, di antaranya adalah isteri baginda rasulullah S.A.W sendiri,
Khadijah ra, memberikan segenap jiwa dan raganya demi perjuangan dakwahtanpa mengabaikan tugas-tugasnya sebagai
seorang istri sekaligus ibu kepada anak-anak Rasulullah s.a.w. karena itulah
kewafatannya amat dirasai dan ditangisi oleh baginda. Teman seperjuangan yang
hilangnya tiada ganti. Lalu saya coba untuk berfikir dimana kedudukan kita ???
Saya
teruskan pencarian saya dan saya temui sejarah wanita lain yaitu wanita ansar
yang diberkati; Nawwar binti malik. Janda tinggalan Tsabit bin Dahkak alkahazraji.
Ibu kepada pemimpin pakar qurra’, pakar faraid, mufti kota Madinah dan yang
paling masyhur sipenulis wahyu Rasulullah s.a.w. itulah Zaid bin Tsabit. Saya
tertegun bila membaca tentang bagaimana si ibu ini berlandaskan kecintaan
kepada agama yang mulia ini berjaya mendidik si anak sehingga menjadi insan yang
terbilang tanpa dia sendiri (gugur) daripada landasan perjuangan. Kemudian saya
coba mengambil ruh perjuangan tinggalan mujahidah perindu syurga ; khaulah
binti al azwar. Saya ingatkan pada diri saya kata-kata sang mujahidah sejati
ketika memberi kata-kata perangsang kepada sahabat-sahabatnya.” Wahai
sahabat-sahabatku yang sedang berjuang dijalan Allah, apakah kamu sanggup
menjadi tukang pijit orang-orang kafir ? apakah kamu sanggup menjadi hamba orang-orang
kafir yang dilaknati ? relakah kamu dihina dan dicaci oleh bangsa mereka yang
durjana itu ? dimanakah letaknya harga diri kamu sebagai seorang pejuang yang
katanya merindukan syurga ALLAH ? dimanakah letaknya kehormatanmu sebagai
seorang islam yang bertaqwa ? sesungguhnya mati itu lebih baik bagi kita
daripada menjadi hamba-hamba orang Qurais”.
Kata-kata
ini di ucapkan ketika mereka dikurung dalam satu peperangan sahura. Beliau
terus membakar semangat sahabat-sahabatnya sehingga akhirnya mereka satu suara
menentang pengawal-pengawal itu. Dan sebelum bertindak Khaulah telah berpesan “
Janganlah kamu sesekali gentar dan takut, kita semua harus bersatu dalam
perjuangan dan jangan ada yang terkecuali. Patahkan tombak mereka !!! Hancurkan
pedang mereka !!! Perbanyaklah takbir serta kuatkan hati !!! Insya Allah
pertolongan ALLAH sudah dekat. “
Kata
seorang penyair : ” wanita diciptakan bukan dari bagian kepala, karena dia
diciptakan bukan untuk menjadi pemimpin keluarga, dia juga diciptakan bukan
dari bagian kaki karena dia bukan untuk di pijak-pijak, akan tetapi dia
diciptakan dari tulang rusuk yang dekat dengan hati karena untuk disayangi dan
di lindungi. “ Ya, kita diciptakan untuk berada disebelah si suami untuk
membantu perjuangannya, bukan untuk menjadi “ queen control “. Itulah
istimewanya wanita. Diangkat oleh islam dari tempat yang paling hina di zaman
jahiliah dahulu kala.
Saya
tidak mampu untuk mengulas panjang lebar karena saya bukan ahli dari golongan
mereka yang berstatus isteri, tetapi saya harus menulis untuk memberi pesanan
kepada diri dan untuk mematikan persepsi : “ bahwa seorang muslimah bila sudah
menikah, performancenya akan jadi slow “ “ muslimah sebelum menikah berjanji
tetap menjadi bagian dalam perjuangan tapi bila sudah menikah, lenyap dan lesap
dimamah oleh waktu”.
Sedih
betul saya bila mendengar bisikan-bisikan seperti ini. Membuatkan saya menjadi
takut, bimbang dan gelisah untuk bertemu dengan alam itu. Takut untuk menjadi
golongan yang disebut futur atau mutasaqit. Karena sekarang bukan mudah mencari
orang yang faham kehendak kita dan perjuangan. Sebenarnya muslimah ada pilihan,
dan mereka berhak untuk memilih. Cuma disana ada perbatasan yang tidak harus
dilupakan.
Saya
senang untuk melihat contoh-contoh didepan saya, muslimah yang walaupun sudah
berumah tangga tetapi tetap dekat dengan perjuangan. Terus berjuang sekalipun
diri bergelar seorang istri........., Wahaimuslimah,.... Pilihlah untuk menjadi yang paling bermanfaat, untuk
suami, anak-anak dan perjuangan melangsungkan rantaian dakwah tinggalan
Rasulullah !!!. itulah Muslimah sejati....
Mutiara kata : “Empat perkara diantara
kebahagiaan seseorang yaitu hendaklah isterinya seorang yang shalihah,
anak-anak yang baik, kawan-kawan yang jujur dan sumber rezeki dari negeri
sendiri” ( Riwayat Ad-Dailami ).
Istilah
profetik berasal dari kata prophet yang
berarti Nabi. Kata profetik juga menjadi ikon dalam perjuangan pembebasan yang
dilakukan oleh masyarakat di kawasan Amerika Latin. Nabi adalah seorang manusia
pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali
dalam lintas waktu sejarah, hidup dalam realitas sosial kemanusiaan dan
melakukan kerja-kerja transformasi sosial. Seorang Nabi datang dengan membawa
cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Pada dasarnya, para Nabi dan
rasul memiliki teori sosial yang digunakan untuk melakukan analisis dalam
gerakan perubahan sosial yang mereka lakukan. Dengan petunjuk dari Allah SWT
melelui wahyu, mereka tidak hanya menyerukan agar manusia beribadah kepada
Allah saja. Akan tetapi,mereka juga
melakukan perubahan-perubahan di masyarakat yang tidak berhubungan secara
langsung dengan praktek peribadatan. Mereka juga melakukan perubahan paradigma
baru dalam membangaun masyarakat untuk mencapai masyarakat yang sejahtera di
dunia dan selamat di akhirat. Oleh karena itu, Nabi dan Rasul merupakan contoh
real dari agents of social change par
excellence.
Gerakan
profetik IMM bukanlah gerakan yang ingin menyeret realitas masyarakat Islam
indonesia kontemporer kembali ke realitas zaman Nabi Muhammad SAW. Gerekan
profetik hanya menyerap nilai-nilai yang dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW
dalam Al-Qur’an dan hadis untuk dikontekstualisasikan secara humanis pada
kondisi kekinian. Melalui gerakan Profetik inilah, nilai-nilai keagamaan yang
universal akan teraktualisasi dalam realitas kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat yang real, sehingga realitas keadilan yang selama ini kita
perjuangkan dapat termanifestasi dalam bentuk nilai keadilan yang sesungguhnya.
Humanisme yang diyakini oleh gerakan profetik adalah humanisme yang bermartabat
dengan menjunjung tinggi keadilan sebagai prinsip utama kehidupaan. Manusia
memiliki hak yang sama untuk melakukan/mendapatkan dan tidak melakukan/tidak
mendapatkan sesuatu. Tidak ada yang memiliki hak lebih dibanding yang lainnya.
Setiap manusia memiliki kewajiban untuk melawan setiap kemungkaran. Setiap
manusia juga senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang baik (ma’ruf). Hal ini sebagaimana diterangkan
dalam Q.S Al-Imran ayat 110:
Artinya: “Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” .(Q.S Al-Imran :110)
Dalam
konteks gerakan profetik IMM,amarma’ruf adalah menegakkan pondasi-pondasi keadilan baik secara
individu maupunn kolektif. Sedangkan nahi
munkar adalah melawan segala bentuk sistem, struktur, maupun nilai yang
menghembuskan nafas ketidakadilan. Gerakan profetik IMM juga menjunjung tinggi
rasionalitassebagai potensi terbesar
manusia. Melalui daya rasional inilah manusia dapat mengetahui, memehami,
merefleksikan,dan mengkreasikan sesuatu. Tanpa daya rasional, manusia tak
ubahnya hewan yang hanya mengenal makanan dan berkembang biak. Daya rasional
dimaksudkan untuk mengkreasi dan mendinamisasi kehidupan manusia. Melalui daya
rasional, tiap-tiap problematika sosial tidak disikapi secara reaksioner,
anarkis, dan sporadis, akan tetapi berdasarkan analisis yang mendalam sehingga
menghasilkan sebuah penyikapan yang bersifat visioner dan berkesinambungan.
Daya rasional inilah nantinya yang akan mendialektikakan nilai-nilai propetis
dengan nilai-nilai diluar dirinya.
Daya
rasional akan terus terinternalisasi sehingga terjadi
penyempurnaan–penyempurnaan konsep gerakan yang sesuai dengan konteks zaman.
Mujtahid-mujtahid yang mencerahkan pada akhirnya akan muncul dalam setiap level
ikatan. Gerakan profetik IMM juga tidak bermaksud untuk menyeragamkan karena
keanekaragaman merupakan musuh besar bagi kemajuan peradaban dan penciptaan
keadilan. Gerakan profetik IMM hanya meletakkan paradigma epistimologi dan
tujuan gerakan. Pada dimensi metodologi diserahkan sepenuhnya pada locus-locus
sesuai dengan khasanah lokal masing-masing. Dasar epistemologi gerakan profetik
adalah panggilan iman untuk meneruskan tugas-tugas kenabian yang mulia untuk
menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi pencerahan dan pembebasan manusia.
Sedangkan aksiologinya didasarkan kepada misi meningkatkan harkat dan martabat
manusia serta derajat kemanusiaan yang semestinya.
Memassifikasikan
paradigma gerakan profetik dalam IMM memiliki konsekuensi untuk melahirkan
profil-profil kader yang memiliki karakter profetik. Menurut zakiyuddin
Baidhawy, kader profetik akan memiliki tiga karakteristik yang menonjol dalam
dirinya, yaitu kader mujtahid dan kader mujahid. Mujtahid adalah kader-kader
yang concent pada wilayah pembangunan
konsep dan mengawasi visi gerakan agar teraktualisasi dalam wujud gerakan yang real. Sedangkan kader mujahid adalah
kader-kader yang akan mentransformasikan konsep dan visi profetik dalam wujud
gerakan dan bersinggungan secara langsung dengan realitas yang objektif.
Kesempurnaan gerakan ikatan akan terwujud bila terjadi keseimbangan kuantitas
dan kualitas antara para mujtahid dan mujahid yang dikader oleh struktur
ikatan. Keseimbangan ini hanya akan diraih apabila ikatan memiliki dorongan
yang kuat untuk mengembirakan program kaderisasi sebagai proyek abadi
organisasi.
Hancurnya tatanan sosial yang selama ini terbangun karena moral yang rapuh, yang menyebabkan kehidupan menjadi serba instan dan mekanik. Salah satu tolak ukur yang bisa digunakan untuk menilai bangunan kehidupan suatu masyarakat adalah pendekatan moralnya. Apakah bangunan kehidupan itu masih patuh dikatakan tegak dan kokoh? Atau sudah memasuki ambang kehancuran?
IMM yang menjadi bagian dari kehidupan itu menjadi dilematis dalam menentukan sikapnya dan arah gerakannya kedepan. Penilaian yang agak lebih objetif sering datang dari pihak luar. Penilaian pada diri sendiri lebih banyak dan berat bobot subjektifnya, karena ada perasaan takut , rasa inferior dan semacamnya, yang mengakibatkan diri bersifat tertutup dan tidak ada semangat kuat untuk berbenah diri. Manusia seperti ini sering merasa benar sendiri dan cenderung saling menyalahkan dalam melihat persoalan, baik yang sifatnya struktural maupun non-struktural.
Hal ini bisa saja terjadi dalam masyarakat kampus atau mungkin bisa menjangkit kader IMM, seperti yang disindir oleh Jose Otace Gesset, filosof asal Spanyol, “mengalami rusak berat karena meniniggalkan komitment moralnya. Mereka menjadi komunitas yang liar, mengagungkan dan memenangkan pola hidup fulgar dan amoral. Mereka gemar dan mengabsahkan penyimpangan dan pemasungan nilai-nilai kebenaran. ( M. Irfan, Abdul Wahid. 2000 )
Potret manusia seperti itu merupakan representase manusia di abad 21 ini yang menyukai keliaran dan kebiadaban, baik pada diri sendiri maupun sesamanya. Mereka arogan dengan kreasi-kreasi sains, menkultuskan profesi dan mengapresiasikannya dijalur kompotisi bebas nilai. Sosok manusia seperti itulah yang dikategorikan sebagai pencemar peradaban, yang kejiwaannya terjajah oleh oirentasi dan tuntunan materialistik yang “dimahatinggikan”, yang menempatkan kehidupan sesama hanya sebgai objek perburuan hasrat-hasrat bebasnya. Bagi komunitas yang taat beragama corak masyarakat seperti itu merupakan ancaman yang membahayakan dinamika kesejarahan.
Besarnya ancaman terhadap bangunan masyarakat yang tak berpondasi moral itu terbukti dengan di utusnya Nabi Muhammad SAW, untuk mengembalikan dan membebaskan masyarakat dari kebiadaban atau penafian moral menjadi masyarakat bermoral ( akhlak ). Inilah yang dilakukan oleh Muhammad dimana kondisi itu terjadi di arab yang begitu kejam dan bengis, diskriminatif ,eksploitasi sering terjadi. Kondisi itu juga terjadi hingga sekarang yang terjebak pada pada dunia fatamorgana kehidupan. Mereka yang punya ilmu pengetahuan tapi tidak memiliki arti apa-apa, mereka memilih jalan yang kontara dengan nilai-nilai kemanusiaan, mereka yang dengan sadis menghabisi dan merampas hak-hak rakyat kecil.
Mereka membutakan mata hatinya, kepekaan moral dan spritualnya ditumpulkan, diimpotensikan dan dimandulkan. Mereka sibuk dengan “memperbudak” diri atau diperbudak oleh tuntutan penumpukan kekayaan, pemujaan target-target kebendaan dan nafsu kebinatangan. Mereka sedang terbius oleh pesona karier dan meterialisasi profesi yang terus mendesaknya. Begitu kuatnya tarikan itu sehingga mereka memilih jalan kriminalitas yang bertentangan dengan sumpah jabatan dan kode etik profesinya. Mereka lapuk oleh gelora nafsu yang ditempatkan sebagai tuan dan “tuhannya”.
Allah SWT. memperingatkan lewat firmaNya
“ pernahkah engkau melihat yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Allah membiarkanya sesat dengan ilmunya dan Allah mengunci (menutup) pendengaran dan hatinya, dan meletakkan tutup atas kepalannya itu” ( QS. Al-Jatsiyah: 23 )
Peringatan Allah itu menunjukkan pada sosok manusia berilmu, yang kehilangan komitment sejati keilmuannya. Mereka mampu membedakan antara yang baik, benar, salah dan jahat ( munkar ) mereka menutup mata batinnya dan membuka mata “Kaca mata anjingnya”. Sosok manusia yang kehilangan ahlakul karimah-nya individu seperti itu menunjukkan bahwa dia gagal menyelamatkan dirinya dari belenggu dan kemunafikan “ pemberhalaan” nafsu-nafsunya. Nafsu kebinatangan diibaratkan mengembara dan menguasai hasrat keberagaman dan kemanusiaanya.
Semua aktivitas hidupnya tidak lagi ditempatkan sebagai pekerjaan yang bernuaansa “IBADAH” yang berimplikasi transendental dan kemanusiaan, melainkan berbentuk usaha atau layanan sosial yang menghalalkan pembinasaan hak-hak hidup manusia.
Ilmuan terkemuka indonesia, Soejatmoko mengatakan” Agama harus mengaitkan tanggung jawab etis dan tujuan-tujuan moral dengan peran aktif dalam proses menentukan sejarah. Agama harus mengajarkan cara berfikir dan jiwa yang menuh kerendahan hati yang amat diperlukan di zaman yang ditandai dengan perubahan-perubahan yang pesat dan tak terduga”
Pernyataan Soejatmiko itu mempertegas komitmen manusia pada agamanya. Manusia yang sudah menjastifikasi dirinya sebgai mahluk ciptaan yang punya tugas berat dipermukaan bumi ( khalifa ). Sudah seharusnya manusia mengartikulasikan teks-teks Al-Qur’an dalam kehidupan demi terwujudnya keselarasan dan terbentuknya sistem sosial kondusif. Jangan sampai kita seperti yang digambarkan Nabi Muhammad SAW.
“Umatku akan ditimpa bencana, jika ilmu pengetahuan yang dipelajarinya bukan untuk menguatkan keyakinan terhadap agamanya”
Konstruk Paradigma IMM
Ditengah arus tak bermoral ini, IMM harus melakukan rekonstrusi paradigama terhadap kondisi kemasyarakatan dan bahkan sudah menjangkit kaum terdidik (akademisi) dimana “pendidikan hanya berfungsi sebagai ajang untuk mendapatkan gelar dan pekerjaan (pragmatisme pendidikan)”. Yang seharusnya para penyelenggara pendidikan melakukan rekonstruksi paradigma (kebijakan dan perilaku) demi mencerdaskan anak bangsa ditengah arus yang tak bermoral ini.
IMM sebagai gerakan Spritualitas, Intelektualitas dan Humanitas dengan tujuaan “ Mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiya” harus mampau menyentuh lapisan masyarakat sampai lapisan terbawah. Kehadiran IMM ditengah arus tak bermoral yang hampir menjangkit semua lapisan masyarakat, “yang seakan kehilangan jati diri dan tercemar nuraninya, tereduksi kebebasan berfikir dan independensinya yang hanya membudakkan dirinya pada seseorang dan kekuatan yang berhasil menjajahnya”(Lewis Yablonsky).
Gerakan spritual harus menjadi tawaran solusi dari kondisi masyarakat seperti di atas, dimana masyarakata harus dibersihkan dari pola berfikir paragmatis serta dimurnikan aqidahnya. Hal ini oleh Konto Wijoyo, harus dilakukan liberasi (nahi mungkar) pembebasan manusia dari keterkungkungan berfikir, menghabakan diri pada benda dan pada penguasa yang dzolim. Kekuatan spritual akan menjadi landasan dan ponadasi yang akan mengantarkan manusia pada keselamatan dunia dan ahirat (transendensi ).
IMM harus tampil sebagai juru selamat yang dapat memberikan petunjuk dan arahan dengan memaksimalkan kaderisasi supaya IMM tidak tercerabut dari akar paradigmatiknya seperti apa yang dikatakan pak. Ketua (Ya’Kub). Kaderisasi adalah sebuah proses penyadaran, akan jati diri seorang manusia, untuk apa ia diciptakan dan mau kemana? Sehingga tidak kehilangan jati diri yang sebenarnya, oleh Pak. Sek (Yusran ) Disebut kesadaran tak menentu ( kadang sadar dan kadang tidak ( fallace ).
IMM juga harus memantapkan gerakan Intelektualnya khususnya dikalangan mahasiswa dimana kondisi mahasiswa hari ini sangat menghawatirkan dan memperihatinkan karena sudah dijangkit oleh sifat, apatis, hedonis, dan pragmatis bahkan lebih parahnya lagi sudah tidak mencerminkan sebagai kaum terdidik (masyarakat ilmiah) dengan terlibat tauran atau perkelahian antar sesama. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut karena akan merusak tatanan sosial dan merusak citra kaum terdidik (akademisi). Pencerdasan dengan membudayakaan tradisi membaca, menulis, diskusi, kajian dan dialog akan meretas kesenggangan yang akan mempererat tali persaudaran karena dibangun diatas rasionalitas dan ilmu pengetahuan, sehingga tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh mahasiswa tidak terulang.
Paradigma yang harus dibangun oleh kader-kader IMM adalah paradigma holistik (utuh), tidak melihat realitas dan persoalan secara parsial sehingga tidak bersikap emosional dalam menyelesaikan persoalan, tapi lebih bersikap bijaksana dalam menyelesaiakan masalah. Cara padang yang beberda adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, karena perbedaan latar belakang pendidikan, pengalaman, dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang membentuk karakter sesorang. Perbedaan tersebut perlu dibangun di atas landasan kebenaran supaya tidak terjerumus pada kesetan ( perbutan mungkar ).
Maka dari itu kekuatan spritual dan intelektual harus seiring dan sejalan supaya menghasilkan artikulasi yang jelas dan mampu mendorong kepekaan serta kepedulian sosial ( humanis ). Apabila kekuatan ini bersatu maka cita-cita IMM akan tercapai dengan menghasilkan sosok manusia yang luar biasa ( sang pencerah ). Sehingga cita-cita peserikatan ( Muhammadiyah ) akan mudah tercapai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Supaya kita tak gampang menjadi bangsa pemarah mudah terpancing oleh rumor yang menyesatkan dan menyulut radikalisme sosial, sebab kita didik oleh agama yang mengunggulkan kesetiakawan (persaudaraan) dan cinta kasih.“Tidak disebut beriman diantara kalian, sehingga mencintai saudaranya sebagaimana mencintai diri sendiri”, demikian penegasan Nabi Muhammad SAW.
Kata cinta yang disabdakan Nabi di atas pernah pula diungkapkan oleh Jalaluddin Rumi, “tanpa cinta, dunia akan membeku. Cintalah yang semestinya menjadi pilar utama bagi bangunan hubungan antar manusia, antar bangsa, antar kebudayaan dan sistem hidup yang berbeda”
Apa yang dideskripsikan oleh Jalaludidin Rumi di atas menginsyaratkan kepada kita semua bahwa cinta dapat memediasi keragaman menjadi “kebersamaan” dan mencairkan kebekuan serta membedah kultur eksklusifitas. Cinta sesama ( ikatan ) dapat melahirkan jiwa solidaritas dan tak berpangku tangan tatkala sesamanya di aniaya oleh tangan-tangan jahat.
Masing-masing pribadi ahirnya dapat Hidup saling berdampingan, bekerja sama dalam sebuah urusan, tak memandang kekurangan sesama dan saling memberi nasehat serta berbuat kebaikan ( Fastabiqul Khaerat ).
Dan bukan sebuah kemustahilan untuk menjalin dan memupuk kebersamaan dalam keragaman (pluralitas) etnis, ras, agama dan antar golongan jika kita tidak gampang terbawa emosi, ketamakan, provokasi dan ambisi kekuasaan.
Mari kuatkan barisan dalam memperjuangkan kebenaran!! Jayalah IMM Jaya, Abadi perjuangan Kita.
*** Ketua Umum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Makassar