Bismillahirrahmanirrahim
“IMM Sebagai Gerakan Profetik”
Oleh IMMawan Yusri Abadi***
Istilah
profetik berasal dari kata prophet yang
berarti Nabi. Kata profetik juga menjadi ikon dalam perjuangan pembebasan yang
dilakukan oleh masyarakat di kawasan Amerika Latin. Nabi adalah seorang manusia
pilihan yang sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab sosial. Ia bekerja kembali
dalam lintas waktu sejarah, hidup dalam realitas sosial kemanusiaan dan
melakukan kerja-kerja transformasi sosial. Seorang Nabi datang dengan membawa
cita-cita perubahan dan semangat revolusioner. Pada dasarnya, para Nabi dan
rasul memiliki teori sosial yang digunakan untuk melakukan analisis dalam
gerakan perubahan sosial yang mereka lakukan. Dengan petunjuk dari Allah SWT
melelui wahyu, mereka tidak hanya menyerukan agar manusia beribadah kepada
Allah saja. Akan tetapi, mereka juga
melakukan perubahan-perubahan di masyarakat yang tidak berhubungan secara
langsung dengan praktek peribadatan. Mereka juga melakukan perubahan paradigma
baru dalam membangaun masyarakat untuk mencapai masyarakat yang sejahtera di
dunia dan selamat di akhirat. Oleh karena itu, Nabi dan Rasul merupakan contoh
real dari agents of social change par
excellence.
Gerakan
profetik IMM bukanlah gerakan yang ingin menyeret realitas masyarakat Islam
indonesia kontemporer kembali ke realitas zaman Nabi Muhammad SAW. Gerekan
profetik hanya menyerap nilai-nilai yang dituangkan oleh Nabi Muhammad SAW
dalam Al-Qur’an dan hadis untuk dikontekstualisasikan secara humanis pada
kondisi kekinian. Melalui gerakan Profetik inilah, nilai-nilai keagamaan yang
universal akan teraktualisasi dalam realitas kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat yang real, sehingga realitas keadilan yang selama ini kita
perjuangkan dapat termanifestasi dalam bentuk nilai keadilan yang sesungguhnya.
Humanisme yang diyakini oleh gerakan profetik adalah humanisme yang bermartabat
dengan menjunjung tinggi keadilan sebagai prinsip utama kehidupaan. Manusia
memiliki hak yang sama untuk melakukan/mendapatkan dan tidak melakukan/tidak
mendapatkan sesuatu. Tidak ada yang memiliki hak lebih dibanding yang lainnya.
Setiap manusia memiliki kewajiban untuk melawan setiap kemungkaran. Setiap
manusia juga senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang baik (ma’ruf). Hal ini sebagaimana diterangkan
dalam Q.S Al-Imran ayat 110:
Artinya: “Kamu adalah
umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab
beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” . (Q.S Al-Imran :110)
Dalam
konteks gerakan profetik IMM, amar
ma’ruf adalah menegakkan pondasi-pondasi keadilan baik secara
individu maupunn kolektif. Sedangkan nahi
munkar adalah melawan segala bentuk sistem, struktur, maupun nilai yang
menghembuskan nafas ketidakadilan. Gerakan profetik IMM juga menjunjung tinggi
rasionalitas sebagai potensi terbesar
manusia. Melalui daya rasional inilah manusia dapat mengetahui, memehami,
merefleksikan,dan mengkreasikan sesuatu. Tanpa daya rasional, manusia tak
ubahnya hewan yang hanya mengenal makanan dan berkembang biak. Daya rasional
dimaksudkan untuk mengkreasi dan mendinamisasi kehidupan manusia. Melalui daya
rasional, tiap-tiap problematika sosial tidak disikapi secara reaksioner,
anarkis, dan sporadis, akan tetapi berdasarkan analisis yang mendalam sehingga
menghasilkan sebuah penyikapan yang bersifat visioner dan berkesinambungan.
Daya rasional inilah nantinya yang akan mendialektikakan nilai-nilai propetis
dengan nilai-nilai diluar dirinya.
Daya
rasional akan terus terinternalisasi sehingga terjadi
penyempurnaan–penyempurnaan konsep gerakan yang sesuai dengan konteks zaman.
Mujtahid-mujtahid yang mencerahkan pada akhirnya akan muncul dalam setiap level
ikatan. Gerakan profetik IMM juga tidak bermaksud untuk menyeragamkan karena
keanekaragaman merupakan musuh besar bagi kemajuan peradaban dan penciptaan
keadilan. Gerakan profetik IMM hanya meletakkan paradigma epistimologi dan
tujuan gerakan. Pada dimensi metodologi diserahkan sepenuhnya pada locus-locus
sesuai dengan khasanah lokal masing-masing. Dasar epistemologi gerakan profetik
adalah panggilan iman untuk meneruskan tugas-tugas kenabian yang mulia untuk
menyampaikan pesan-pesan Tuhan demi pencerahan dan pembebasan manusia.
Sedangkan aksiologinya didasarkan kepada misi meningkatkan harkat dan martabat
manusia serta derajat kemanusiaan yang semestinya.
Memassifikasikan
paradigma gerakan profetik dalam IMM memiliki konsekuensi untuk melahirkan
profil-profil kader yang memiliki karakter profetik. Menurut zakiyuddin
Baidhawy, kader profetik akan memiliki tiga karakteristik yang menonjol dalam
dirinya, yaitu kader mujtahid dan kader mujahid. Mujtahid adalah kader-kader
yang concent pada wilayah pembangunan
konsep dan mengawasi visi gerakan agar teraktualisasi dalam wujud gerakan yang real. Sedangkan kader mujahid adalah
kader-kader yang akan mentransformasikan konsep dan visi profetik dalam wujud
gerakan dan bersinggungan secara langsung dengan realitas yang objektif.
Kesempurnaan gerakan ikatan akan terwujud bila terjadi keseimbangan kuantitas
dan kualitas antara para mujtahid dan mujahid yang dikader oleh struktur
ikatan. Keseimbangan ini hanya akan diraih apabila ikatan memiliki dorongan
yang kuat untuk mengembirakan program kaderisasi sebagai proyek abadi
organisasi.
Billahi fii sabilil haq
fastabiqul khaerat
***Sekertaris Umum PC.IMM
Kota Makassar
No comments:
Post a Comment