MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(BEHAVIORAL THEORIES OF LEARNING)
NUR HASMA HASAN
HAERUDDIN
SUMARNIATI BAKRI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Saat anak belajar menggunakan komputer, mereka
mungkin melakukan kesalahan dalam
proses belajar, namun pada titik tertentu mereka akan terbiasa melakukan tindakan
yang dibutuhkan untuk mrnggunakan komputer secara efektif. Anak akan berubah
dari seseorang yang tidak bisa mengeporasikan komputer menjadi orang
yang bisa mengoperasikan. Setelah mereka mempelajari penggunaan komputer,
mereka tidak akan kehilangan keahlian itu.
Jadi kita bisa menerima bahwa Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu
sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara
langsung dapat diamati.
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks
pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi
pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif),
juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan
(aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja.
Sedangkan pembelajaran mengisyaratkan adanya interaksi antara pengajar dengan
peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar
dan kreatifitas pengajar. Pelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang
dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada
keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui
perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran
yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru
akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
Tidak semua yang kita tahu di peroleh melalui belajar. Kita mewarisi
kemampuan-kemampuan itu sejak lahir dalam artian tidak dipelajari. Misalnya,
kita tidak harus diajari menelan makanan, berteriak, menangis atau berkedip
saat silau. Tetapi kebanyakan perilaku manusia tidak diwariskan begitu saja.
Saat anak menggunakan komputer cara baru, bekerja lebih keras memecahkan
masalah, mengajukan pertanyaan denga lebih baik, menjelaskan jawaban dengan cara logis, atau mendengar dengan
lebih perhatian, maka berarti dia sedang menjalani proses belajar.
Cakupan
belajar itu luas. Pembelajaran ini melibatkan perilaku akademik dan non akademik. Pembelajaran
berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak. Telah ada
pandangan tentang pendekatan untuk pembelajaran, diantaranya pendekatan
kognitif dan behavioral (behaviorisme). Adapun yang akan di bahas dalam
makalah ini adalah tentang salah satu teori belajar, yaitu teori belajar
behavioristik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah
apa dan bagaimana teori belajar behavioristik?
C.
TUJUAN
Tujuan utama dari penyusunan
makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami teori belajar behavioristik.
BAB
II
BEHAVIORAL THEORIES OF LEARNING
Behaviorisme
adalah pandangan yang menyatakan bahwa
perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan
proses mental. Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang
kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalanya, anak membuat poster,
guru tersenyum terhadap anak, siswa mengganggu siswa lain, dan sebagainya.
Proses
mental didefinisikan oleh psikolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang
kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain. Meskipun kita tidak bisa
melihat pikiran, perasaan, dan motif secara langsung tetapi semua itu adlah
riil (nyata).
Menurut
behavioris, pimikiran, perasaan, dan motif itu bukan subjek yang tepat untuk
ilmu perilaku sebab semuanya tidak bisa diobservasi secara langsung. Ada dua
teori yang ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh
pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua
pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif, yang teridiri dari pembelajaran
bahwa dua pembelajaran (asosiatif)(pearce, 2001). Misalnya pembelajaran
asosiatif terjadi ketika siswa mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian
menyenangkan dengan pembelajarans sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum
saat murid mengajukan pertanyaan bagus.
A. Pengkondisian Klasik
Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang memperkenalkan Teori
Pengkondisian Klasik. Pengkodisian klasik adalah bentuk pembelajaran asosiatif
di mana stimulus netral diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan
menimbulkan kemampuan untuk mengeluarkan respon yang serupa.
Pengkondisian klasik merupakan jenis pengkondisian di mana individu
merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru.
Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air
liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun
1900-an oleh seorang ahli fisolog bernama Ivan Pavlov.
Pengkondisian klasik
dapat berupa pengalaman negatif atau positif dalam diri anak anak dikelas.
Diantara hal-hal di sekolah anak yang menghasilkan kesenangan karena telah
terkondisi secara kalsikal. Perasaan bahwa kelas adalah tempat yang aman,
menyenangkan dan suasana hangat.
Sebaliknya Anak akan
merasa takut di kelas jika mereka mengasosiakan kelas dalam teguran karena teguran
atau kritik kemudian pengkondisian klasik jika dapat terjadi dalam kecemasan
menghadapi ujian. Di sisi lain, beberapa problem kesehatan anak mungkin juga
mengandung pengkodisian klasik. Keluhan fisik tertentu seperti asma, sakit
kepala, tekanan darah tinggi atau semacamnya mungkin berhubungan dengan
pengkondisian klasik. Karena teguran keras dari guru atau orang tua bisa
menyebabkan sakit kepala, otot kaku dan sebagainya.
Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu
organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock,
2010). Dalam pengkondisian klasik
stimulus netral (seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang
bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon
yang sama.
Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2
tipe respon,yang harus dipahami yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned
respon (ER), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Respon (CR).
Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara
otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam
eksperimen Pavlov makanan adalah US. Unconditioned Respon adalah respon yang
tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen
Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.
Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya
netral yang akhirnya menghasilkan conditioned respon setelah diasosiasi dengan
US. Dalam espemen Pavlov beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum
anjing menyantap makanan. Conditioned Respon adalah respon yang
dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema eksperimen Pavlov berikut :
Sebelum
Pengkondisian
Selama
Pengkondisian
Setelah
Pengkondisian
(M.
Asrori, 2008)
Demensi lain dari
pengkondisian klasikal itu sendiri ada 3 yaitu Generalisasi, diskriminasi dan peleyapan.
1. Generalisasi dalam pengkondisian klasik
adalah tendensi dari stimulus baru yang
sama dalam contioned stimulus yang asli menghasilkan respon yang sama. Misalnya
murid di marahi karena ujian matematikanya di bawah standar. Saat siswa bersiap
untuk ujian fisika dia juga menjadi gugup karen dua mata pelajaran ini saling
berkaitan. Jadi siswa menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata
pelajaran yang lain nya.
2. Diskriminasi dalam pengkondisian klasik
terjadi ketika merespon stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus
lainnya (Murphy,
Baker, dan Fouquet, 2001). Misalnya
siswa yang mengikuti ujian dikelas, siswa begitu gugup saat menempuh ujian
pelajaran matematika karena menganggap bahwa berbeda dengan pelajaran bahasa
indonesia.
3. Pelenyapan
(peniadaan) dalam pengkodisian klasik adalah pelemahan conditioned response
karena meniadakan unconditioned stimulus. Misalna Siswa yang gugup dalam
mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik karena kecemasan
mereda.
B. Pengondisian Operan
Pengkondisian
operan adalah jenis pengkondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan
menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk
mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan
dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian,
penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku
tersebut diulangi.
Psikolog
Harvard, B. F. Skinner mengemukakan bahwa teori pengkondisian operan
menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku
tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut. Konsekuensi perilaku
akan menyebabkan perubahan dalam probalitas perilaku itu akan terjadi, ini
merupakan inti dari behaviorisme skinner (1938).
B.F.
Skinner mendasarkan pengkondisian operan terhadap pandangan E.L. Thorndike
(hukum efek thorndike). Hukum efek tersebut menyatakan bahwa perilaku yang
diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil
negatif akan diperlemah. Pengontrolan terhadap perilaku hasil positif dan
perilaku hasil negatif itu sendiri dengan penguatan dan hukuman.
Penguatan/imbalan
(reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu
perilaku akan terjadi. Sebaliknya hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang
menurun probalitas terjadinya suatu perilaku.
Ketika
seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya selama
pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang melakukan
pembentukan perilaku. Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan
setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap
respons yang diharapkan. Terdapat empat cara pembentukan perilaku, melalui
penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.
B.F. Skinner mendasarkan pengkondisian operan
terhadap pandangan E.L. Thorndike (hukum efek Thorndike).
Menurut Skinner, pengkondisian
Operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu : penguatan (reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan
penguatan negative, dan hukuman (punishment).
Penguatan positif (positeve reinforcement) adalah apa saja
stimulus yang dapat meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa
yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi
prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi.
Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau
token (seperti nilai ujian).
Penguatan negatif (negative reinforcement) apa saja
stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau
tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah
laku. Contoh seorang siswa akan
meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan
selalu dicemooh oleh gurunya.
Hukuman (punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu
respon atau tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau
ditinggalkan. Contoh seorang siswa yang
tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam
istirahat.
Ada sejumlah teknik-teknik dalam
pengkondisian operan yang dapat digunakan untuk pembentukan tingkah laku dalam
pembelajaran (M.Asrori, 10: 2008), yaitu :
1.
Pembentukan respon (Shaping Behaviour)
Teknik pembentukan respon ini
dilakukan dengan cara menguatkan organisme pada saat setiap kali ia bertindak
kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon sampai suatu
saat tidak lagi menguatkan respon tersebut.
Prosedur pembentukan respon bisa digunakan untuk melatih tingkah laku siswa dalam proses pembelajaran agar
secara bertahap mampu merespon stimulus dengan baik . Contoh : apabila seorang guru memberikan
ceramah, reaksi siswa sebagai pendengar dapat mempengaruhi bagaimana guru itu
bertindak. Jika sekelompok siswa
mengangguk – angguk kepala mereka, ini dapat menguatkan guru tersebut untuk
berceramah lebih semangat lagi.
2.
Jadwal Penguatan (Schedule of reinforcement)
Skinner menyatakan bahwa cara atau
waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi respon. Penguatan disini dibagi menjadi 2 yaitu
penguatan berkelanjutan (Continous
Inforcement) dan penguatan berkala (Variabel
Reinforcement).
Penguatan berkelanjutan adalah
penguatan yang diberikan pada setiap saat setiap kali organisme menghasilkan
respon. Contoh : setiap kali siswa mampu
mengerjakan soal dengan betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya
Penguatan berkala adalah penguatan
yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.
Penguatan berkala terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio) yang
disebut penguatan nisbah dan
berdasarkan interval waktu atau disebut juga dengan penguatan waktu.
Penguatan
nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah
tetap adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa respon terjadi.
Misalnya ada 10 kali siswa memberikan respon baru diberikan 1 kali
penguatan. Dan nisbah berubah adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa
kali respon muncul, tetapi kadarnya tidak tetap. Misalnya penguatan diberikan kepada siswa
kadang kala setelah 10 kali respon
kadang kala setelah 5 respon
Penguatan
waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu
tetap adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan.
Misalnya memberikan pengutan kepada setiap respon yang muncul setelah 1
menit. Waktu berubah adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu
yang ditetapkan, tetapi waktu yang ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon
yang muncul.
3.
Penguatan Positif
Penguatan posistif dilakukan dengan
memberikan penguatan sesegera mungkin setelah suatu tingkah laku muncul. Misalnya
seorang siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru maka pada sait itu juga guru
segera memberikan pujian.
4.
Penguatan Intermiten
Penguatan intermiten dilakukan
dengan memberikan penguatan untuk memelihara perubahan tingkah laku atau respon
positif yang telah dicapai seseorang. Dengan penguatan seperti ini dapat
menumbuhkan kepercayaan diri individu .
Misalnya : seorang siswa yang tadinya malu untuk membaca puisi di depan
kelas, kemudian secara bertahap dia sudah tidak malu lagi dan mampu membaca
puisi di depan kelas. Maka guru
memberikan pujian di depan teman-temannya agar keberanian membaca puisi di depan
kelas tersebut dapat terpelihara.
5.
Penghapusan
Penghapusan dilakukan dengan cara
tidak melakukan penguatan sama sekali atau tidak mengirakan respon yang akan
muncul pada seseorang. Misalnya siswa
yang berbicara lucu dengan maksud memancing teman-temannya bergurau agar
suasana kelas menjadi gaduh, tidak diberikan sapaan oleh guru bahkan guru tidak
menghiraukannya. Denga demikian, siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa
yang dilakukannya tidak berkenan di hati gurunya sehingga dia tidak akan melakukannya lagi.
g. Percontohan (modeling)
Percontohan adalah prilaku atau
respon individu yang dilakukan dengan mencontoh tingkah laku orang lain.
Contohnya : seorang siswa berusaha berbicara dengan suara keras, tidak
terges-gesa, sistematis, dan mudah dipahami karena dia meniru guru IPA yang selalu
menunjukkan prilaku seperti itu pada saat mengajar. Oleh karena itu seorang
guru harus mampu menunjukkan tutur kata, sikap, kemampuan, kecerdasan dan
tingkah laku yang dapat dicontoh oleh siswa.
Aspek
|
Classical Conditioning
|
Operant
Conditioning
|
Perilaku:
Order:
Bagaimana pembelajaran terjadi:
contoh:
Peneliti:
|
- Involuntary (Orang tidak memiliki kontrol
perilaku)
- Emosional
- fisiologis
Perilaku berikut stimulus
Stimuli
netral menjadi terkait dengan rangsangan berkondisi
Peserta
didik mengasosiasikan kelas (awalnya netral) dengan kehangatan guru, sehingga
kelas menimbulkan emosi positif.
Pavlov
|
Sukarela (Orang memiliki kontrol perilaku)
Perilaku mendahului stimulus (konsekuensi)
Konsekuensi dari perilaku mempengaruhi perilaku selanjutnya
Peserta didik berusaha untuk menjawab pertanyaan dan dipuji, sehingga
upaya mereka untuk menjawab peningkatan.
Skinner
|
C.
Teori Bandura
Menurut Bandura, ada empat proses
yang penting agar belajar meinlui observasi dapat terjadi, yakni:
1.
Perhatian (attention
process) : Sebelum meniru orang lain, perhatian hams dicurahkan
ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya,
sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkahlaku yang diamati bagi si
pengamat.
2.
Representasi (representation process): Tingkah laku
yang akan ditiru, hams disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal
maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang
mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang diamati, dan menentukan mana yang
dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi
memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar melakukannya
secara fisik.
3.
Peniruan
tingkah laku model (behavior
production process): Sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan
memasukkanya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkahlaku. Mengubah dad gambaran
fikiran menjadi tingkahlaku menimbulkan kebutuha evaluasi; “Bagaimana
melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan
dengan kebenaran, basil belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan
kemiripan respon dengan tingkahlaku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan
belajar dan efikasi dari pebelajar.
4.
Motivasi
dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui pengamatan menjadi
efektif kalau pebelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan
tingkahlaku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai
tingkahlaku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak bakal
terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku model yang
diganjar, daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walapun
model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri
positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini
model umumnya akan diganjar.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori behaviorisme dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk mengukur stimulus dan
respon. Faktor yang penting dalam teori belajar behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement).
B.
Saran
Teori belajar behavioristik adalah salah satu teori
belajar yang memberikan kontribusi yang besar untuk perkembangan pendidikan.
Tetap dengan tidak mengabaikan kekurangan dari teori ini, kita sangat perlu
untuk memahaminya dan menjadikannya salah satu acuan dalam pelaksanaan
pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. (1997). Social
Learning Theory. New York: General Learning Pres
http://desyandri.wordpress.com/2014/01/21/teori-belajar-sosial-albert-bandura/
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik. Diakses
tanggal 20 September 2014
http://www.learning-theories.com/classical-conditioning-pavlov.html.
Diakses tanggal 20 September 2014
No comments:
Post a Comment