Friday, September 26, 2014

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN (BEHAVIORAL THEORIES OF LEARNING)_BY KELOMPOK 1


MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(BEHAVIORAL THEORIES OF LEARNING)



NUR HASMA HASAN

HAERUDDIN

SUMARNIATI BAKRI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Saat anak belajar menggunakan komputer, mereka mungkin melakukan kesalahan dalam proses belajar, namun pada titik tertentu mereka akan terbiasa melakukan tindakan yang dibutuhkan untuk mrnggunakan komputer secara efektif. Anak akan berubah dari seseorang yang tidak bisa mengeporasikan komputer  menjadi orang yang bisa mengoperasikan. Setelah mereka mempelajari penggunaan komputer, mereka tidak akan kehilangan keahlian itu.
Jadi kita bisa menerima bahwa Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Definisi sebelumnya menyatakan bahwa seorang manusia dapat melihat perubahan terjadi tetapi tidak pembelajaran itu sendiri. Konsep tersebut adalah teoretis, dan dengan demikian tidak secara langsung dapat diamati.
Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Di sisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat memengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran mengisyaratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pelajar dan kreatifitas pengajar. Pelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu memfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik, ditunjang fasilitas yang memandai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
Tidak semua yang kita tahu di peroleh melalui belajar. Kita mewarisi kemampuan-kemampuan itu sejak lahir dalam artian tidak dipelajari. Misalnya, kita tidak harus diajari menelan makanan, berteriak, menangis atau berkedip saat silau. Tetapi kebanyakan perilaku manusia tidak diwariskan begitu saja. Saat anak menggunakan komputer cara baru, bekerja lebih keras memecahkan masalah, mengajukan pertanyaan denga lebih baik, menjelaskan jawaban  dengan cara logis, atau mendengar dengan lebih perhatian, maka berarti dia sedang menjalani proses belajar.
Cakupan belajar itu luas. Pembelajaran ini melibatkan perilaku akademik dan non akademik. Pembelajaran berlangsung di sekolah dan di mana saja di seputar dunia anak. Telah ada pandangan tentang pendekatan untuk pembelajaran, diantaranya pendekatan kognitif dan behavioral (behaviorisme). Adapun yang akan di bahas dalam makalah ini adalah tentang salah satu teori belajar, yaitu teori belajar behavioristik.
B.     RUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah apa dan bagaimana teori belajar behavioristik?
C.     TUJUAN
Tujuan utama dari penyusunan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami teori belajar behavioristik.


BAB II
BEHAVIORAL THEORIES OF LEARNING

Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan  bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan proses mental. Menurut kaum behavioris, perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan bisa dilihat secara langsung. Misalanya, anak membuat poster, guru tersenyum terhadap anak, siswa mengganggu siswa lain, dan sebagainya.
Proses mental didefinisikan oleh psikolog sebagai pikiran, perasaan, dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain. Meskipun kita tidak bisa melihat pikiran, perasaan, dan motif secara langsung tetapi semua itu adlah riil (nyata).
Menurut behavioris, pimikiran, perasaan, dan motif itu bukan subjek yang tepat untuk ilmu perilaku sebab semuanya tidak bisa diobservasi secara langsung. Ada dua teori yang ditawarkan untuk menjelaskan proses di mana seseorang memperoleh pola perilaku, yaitu teori pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Kedua pandangan ini menekan pembelajaran asosiatif, yang teridiri dari pembelajaran bahwa dua pembelajaran (asosiatif)(pearce, 2001). Misalnya pembelajaran asosiatif terjadi ketika siswa mengasosiasikan atau mengaitkan kejadian menyenangkan dengan pembelajarans sesuatu di sekolah, seperti guru tersenyum saat murid mengajukan pertanyaan bagus. 

A.      Pengkondisian Klasik

Ivan Pavlov, ahli fisiolog dari Rusia yang memperkenalkan Teori Pengkondisian Klasik. Pengkodisian klasik adalah bentuk pembelajaran asosiatif di mana stimulus netral diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan kemampuan untuk mengeluarkan respon yang serupa.
Pengkondisian klasik merupakan jenis pengkondisian di mana individu merespon beberapa stimulus yang tidak biasa dan menghasilkan respons baru. Teori ini tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang berdering, dilakukan pada awal tahun 1900-an oleh seorang ahli fisolog bernama Ivan Pavlov.
Pengkondisian klasik dapat berupa pengalaman negatif atau positif dalam diri anak anak dikelas. Diantara hal-hal di sekolah anak yang menghasilkan kesenangan karena telah terkondisi secara kalsikal. Perasaan bahwa kelas adalah tempat yang aman, menyenangkan dan suasana hangat.
Sebaliknya Anak akan merasa takut di kelas jika mereka mengasosiakan kelas dalam teguran karena teguran atau kritik kemudian pengkondisian klasik jika dapat terjadi dalam kecemasan menghadapi ujian. Di sisi lain, beberapa problem kesehatan anak mungkin juga mengandung pengkodisian klasik. Keluhan fisik tertentu seperti asma, sakit kepala, tekanan darah tinggi atau semacamnya mungkin berhubungan dengan pengkondisian klasik. Karena teguran keras dari guru atau orang tua bisa menyebabkan sakit kepala, otot kaku dan sebagainya.
Pengkondisian klasik adalah tipe pembelajaran dimana suatu organisme belajar untuk mengaitkan atau mengasosiasikan stimulus. (Santrock, 2010).  Dalam pengkondisian klasik stimulus netral (seperti melihat seseorang) diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna (seperti makanan) dan menimbulkan kapasitas untuk menghasilkan respon yang sama. 
Dalam teori pengkondisian klasik ada 2 tipe stimulus dan 2 tipe respon,yang harus dipahami yaitu Unconditioned Stimulus (US), Unconditoned respon (ER), Conditioned Stimulus (CS), dan Conditioned Respon (CR). 
Unconditioned Stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu. Dalam eksperimen Pavlov makanan adalah US. Unconditioned Respon adalah respon yang tidak dipelajari yang secara otomatis dihasilkan oleh US, dalam eksperimen Pavlov air liur anjing yang merespon makanan adalah UR.
Conditioned Stimulus adalah stimulus yang sebelumnya netral yang akhirnya menghasilkan conditioned respon setelah diasosiasi dengan US. Dalam espemen Pavlov beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap makanan.  Conditioned Respon adalah respon yang dipelajari yang muncul setelah terjadi pasangan US – CS.  Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema eksperimen Pavlov berikut :
Sebelum Pengkondisian
 US (makanan)                                                UR (keluar air liur)
 CS (lonceng)                                                  tak ada CR (air liur tidak keluar)
Selama Pengkondisian
CS(lonceng) + US (makanan)                         UR (keluar air liur)
Setelah Pengkondisian
CS (lonceng)                                                   CR (keluar air liur)
(M. Asrori, 2008)
Demensi lain dari pengkondisian klasikal itu sendiri ada 3 yaitu Generalisasi, diskriminasi  dan peleyapan.
1.    Generalisasi dalam pengkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus  baru yang sama dalam contioned stimulus yang asli menghasilkan respon yang sama. Misalnya murid di marahi karena ujian matematikanya di bawah standar. Saat siswa bersiap untuk ujian fisika dia juga menjadi gugup karen dua mata pelajaran ini saling berkaitan. Jadi siswa menggeneralisasikan satu ujian mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lain nya.
2.    Diskriminasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika merespon stimulus tertentu tetapi tidak merespon stimulus lainnya (Murphy, Baker, dan Fouquet, 2001). Misalnya siswa yang mengikuti ujian dikelas, siswa begitu gugup saat menempuh ujian pelajaran matematika karena menganggap bahwa berbeda dengan pelajaran bahasa indonesia.
3.    Pelenyapan (peniadaan) dalam pengkodisian klasik adalah pelemahan conditioned response karena meniadakan unconditioned stimulus. Misalna Siswa yang gugup dalam mengikuti ujian akan mulai menempuh tes dengan lebih baik karena kecemasan mereda.

B.       Pengondisian Operan

Pengkondisian operan adalah jenis pengkondisian di mana perilaku sukarela yang diharapkan menghasilkan penghargaan atau mencegah sebuah hukuman. Kecenderungan untuk mengulang perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian, penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan perilaku tersebut diulangi.
Psikolog Harvard, B. F. Skinner mengemukakan bahwa teori pengkondisian operan menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut. Konsekuensi perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probalitas perilaku itu akan terjadi, ini merupakan inti dari behaviorisme skinner (1938).
B.F. Skinner mendasarkan pengkondisian operan terhadap pandangan E.L. Thorndike (hukum efek thorndike). Hukum efek tersebut menyatakan bahwa perilaku yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah. Pengontrolan terhadap perilaku hasil positif dan perilaku hasil negatif itu sendiri dengan penguatan dan hukuman.
Penguatan/imbalan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurun probalitas terjadinya suatu perilaku.
Ketika seseorang mencoba untuk membentuk individu dengan membimbingnya selama pembelajaran yang dilakukan secara bertahap, orang tersebut sedang melakukan pembentukan perilaku. Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan. Terdapat empat cara pembentukan perilaku, melalui penegasan positif, penegasan negatif, hukuman, dan peniadaan.
B.F. Skinner mendasarkan pengkondisian operan terhadap pandangan E.L. Thorndike (hukum efek Thorndike).          
Menurut Skinner, pengkondisian Operan terdiri dari 2 konsep utama, yaitu : penguatan (reinforcement), yang terbagi kedalam penguatan positif dan penguatan negative, dan hukuman (punishment).
Penguatan positif (positeve reinforcement) adalah apa saja stimulus yang dapat meningkatkan sesuatu tingkah laku. Contoh seorang siswa yang mencapai prestasi tinggi diberikan hadiah maka dia akan mengulangi prestasi itu dengan harapan dapat hadiah lagi.  Penguatan bisa berupa benda, penguatan sosial (pujian, sanjungan) atau token (seperti nilai ujian).
Penguatan negatif (negative reinforcement) apa saja stimulus yang menyakitkan atau yang menimbulkan keadaan tidak menyenangkan atau tidak mengenakan perasaan sehingga dapat mengurangi terjadinya sesuatu tingkah laku.  Contoh seorang siswa akan meninggalkan kebiasaan terlambat mengumpulkan tugas/PR karena tidak tahan selalu dicemooh oleh gurunya.
Hukuman (punishment) adalah apa saja stimulus yang menyebabkan sesuatu respon atau tingkah laku menjadi berkurang atau bahkan langsung dihapuskan atau ditinggalkan.  Contoh seorang siswa yang tidak mengerjakan PR tidak dibolehkan bermain bersama teman-temannya saat jam istirahat.
Ada sejumlah teknik-teknik dalam pengkondisian operan yang dapat digunakan untuk pembentukan tingkah laku dalam pembelajaran (M.Asrori, 10: 2008), yaitu :
1.      Pembentukan respon (Shaping Behaviour)
Teknik pembentukan respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organisme pada saat setiap kali ia bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon sampai suatu saat tidak lagi menguatkan respon tersebut.  Prosedur pembentukan respon bisa digunakan untuk melatih tingkah  laku siswa dalam proses pembelajaran agar secara bertahap mampu merespon stimulus dengan baik .  Contoh : apabila seorang guru memberikan ceramah, reaksi siswa sebagai pendengar dapat mempengaruhi bagaimana guru itu bertindak.  Jika sekelompok siswa mengangguk – angguk kepala mereka, ini dapat menguatkan guru tersebut untuk berceramah lebih semangat lagi.
2.      Jadwal Penguatan (Schedule of reinforcement)
Skinner menyatakan bahwa cara atau waktu pemberian penguatan dapat mempengaruhi respon.  Penguatan disini dibagi menjadi 2 yaitu penguatan berkelanjutan (Continous Inforcement) dan penguatan berkala (Variabel Reinforcement).
Penguatan berkelanjutan adalah penguatan yang diberikan pada setiap saat setiap kali organisme menghasilkan respon.  Contoh : setiap kali siswa mampu mengerjakan soal dengan betul, guru selalu memberikan pujian kepadanya
Penguatan berkala adalah penguatan yang diberikan dalam jangka waktu tertentu.  Penguatan berkala terbagi dua , yaitu : berdasarkan nisbah (rasio) yang disebut penguatan nisbah dan berdasarkan interval waktu atau disebut juga dengan penguatan waktu.
Penguatan nisbah dibagi menjadi dua, yaitu : Nisbah tetap adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa respon terjadi. Misalnya ada 10 kali siswa memberikan respon baru diberikan 1 kali penguatan.  Dan nisbah berubah adalah apabila penguatan diberikan setelah beberapa kali respon muncul, tetapi kadarnya tidak tetap.  Misalnya penguatan diberikan kepada siswa kadang kala setelah 10 kali  respon kadang kala setelah 5 respon
Penguatan waktu juga dibagi dua, yaitu : waktu tetap adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan. Misalnya memberikan pengutan kepada setiap respon yang muncul setelah 1 menit.  Waktu berubah adalah apabila penguatan diberikan pada akhir waktu yang ditetapkan, tetapi waktu yang ditetapkan itu berbeda berdasarkan respon yang muncul.
3.      Penguatan Positif
Penguatan posistif dilakukan dengan memberikan penguatan sesegera mungkin setelah suatu tingkah laku muncul.  Misalnya seorang siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru maka pada sait itu juga guru segera memberikan pujian.
4.      Penguatan Intermiten
Penguatan intermiten dilakukan dengan memberikan penguatan untuk memelihara perubahan tingkah laku atau respon positif yang telah dicapai seseorang. Dengan penguatan seperti ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri individu .  Misalnya : seorang siswa yang tadinya malu untuk membaca puisi di depan kelas, kemudian secara bertahap dia sudah tidak malu lagi dan mampu membaca puisi di depan kelas.  Maka guru memberikan pujian di depan teman-temannya agar keberanian membaca puisi di depan kelas tersebut dapat terpelihara.
5.      Penghapusan
Penghapusan dilakukan dengan cara tidak melakukan penguatan sama sekali atau tidak mengirakan respon yang akan muncul pada seseorang.  Misalnya siswa yang berbicara lucu dengan maksud memancing teman-temannya bergurau agar suasana kelas menjadi gaduh, tidak diberikan sapaan oleh guru bahkan guru tidak menghiraukannya. Denga demikian, siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa yang dilakukannya tidak berkenan di hati gurunya   sehingga dia tidak akan melakukannya lagi.
g.    Percontohan (modeling)
Percontohan adalah prilaku atau respon individu yang dilakukan dengan mencontoh tingkah laku orang lain. Contohnya : seorang siswa berusaha berbicara dengan suara keras, tidak terges-gesa, sistematis, dan mudah dipahami karena dia meniru guru IPA yang selalu menunjukkan prilaku seperti itu pada saat mengajar. Oleh karena itu seorang guru harus mampu menunjukkan tutur kata, sikap, kemampuan, kecerdasan dan tingkah laku yang dapat dicontoh oleh siswa.

Aspek
Classical Conditioning
Operant Conditioning
Perilaku:




Order:


Bagaimana pembelajaran terjadi:

contoh:




Peneliti:
- Involuntary (Orang tidak memiliki kontrol perilaku)
-      Emosional
-      fisiologis

Perilaku berikut stimulus


Stimuli netral menjadi terkait dengan rangsangan berkondisi


Peserta didik mengasosiasikan kelas (awalnya netral) dengan kehangatan guru, sehingga kelas menimbulkan emosi positif.
Pavlov
Sukarela (Orang memiliki kontrol perilaku)



Perilaku mendahului stimulus (konsekuensi)

Konsekuensi dari perilaku mempengaruhi perilaku selanjutnya

Peserta didik berusaha untuk menjawab pertanyaan dan dipuji, sehingga upaya mereka untuk menjawab peningkatan.
 Skinner

C.     Teori Bandura
Menurut Bandura, ada empat proses yang penting agar belajar meinlui observasi dapat terjadi, yakni:
1.      Perhatian (attention process) : Sebelum meniru orang lain, perhatian hams dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkahlaku yang diamati bagi si pengamat.
2.      Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, hams disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkahlaku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat dilakukannya latihan simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar melakukannya secara fisik.
3.      Peniruan tingkah laku model (behavior production process): Sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkanya ke dalam ingatan, orang lalu bertingkahlaku. Mengubah dad gambaran fikiran menjadi tingkahlaku menimbulkan kebutuha evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, basil belajar melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respon dengan tingkahlaku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pebelajar.
4.      Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui pengamatan menjadi efektif kalau pebelajar memiliki motivasi yang tinggi untuk dapat melakukan tingkahlaku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkahlaku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak bakal terjadi proses belajar. Imitasi lebih kuat terjadi pada tingkah laku model yang diganjar, daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi walapun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model umumnya akan diganjar.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori behaviorisme dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk mengukur stimulus dan respon. Faktor yang penting dalam teori belajar behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement).
B.     Saran
Teori belajar behavioristik adalah salah satu teori belajar yang memberikan kontribusi yang besar untuk perkembangan pendidikan. Tetap dengan tidak mengabaikan kekurangan dari teori ini, kita sangat perlu untuk memahaminya dan menjadikannya salah satu acuan dalam pelaksanaan pendidikan.






DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1997). Social Learning Theory. New York: General Learning Pres

http://desyandri.wordpress.com/2014/01/21/teori-belajar-sosial-albert-bandura/

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik. Diakses tanggal 20 September 2014

http://www.learning-theories.com/classical-conditioning-pavlov.html. Diakses tanggal 20 September 2014




No comments:

Post a Comment