Pendidikan seiring waktu berkembang, dari semula hanya menghafal ilmu, perlahan jadi harus membentuk sikap siswa, lalu melatih keterampilan siswa, dan kemudian saat ini mulai berkembang untuk juga membenahi pola pikir siswa.
Dengan memiliki pola pikir yang baik, siswa mampu bertahan dan terus mengikuti pembelajaran meskipun sesekali tidak memahami materi yang sedang dipelajari, serta siswa mampu terus mencoba mencari solusi suatu soal meskipun soal tersebut cukup sulit untuk diselesaikan.
Tantangan dalam mendidik siswa bukan lagi untuk membuat siswa memahami materi, namun juga membangun pola pikir siswa sehingga siswa mampu belajar dengan lebih baik dan dapat menyelesaikan soal dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi.
MINDSET TUMBUH VERSUS MINDSET TETAP
Sering kali hal yang menyebabkan siswa tidak belajar matematika yaitu bukan karena siswa tersebut tidak mau belajar matematika, melainkan karena ada suatu mindset yang membuatnya menyerah ketika dihadapkan dengan materi atau soal dengan tingkat kesulitan tertentu. Dalam beberapa kasus, mindset ini begitu menekan sehingga walaupun kesulitan yang dihadapi siswa berada pada tingkat yang bisa dilewatinya dengan cukup usaha, siswa tersebut memilih untuk menyerah karena merasa bahwa dirinya tidak akan pernah bisa melewati kesulitan tersebut. Kita sebut mindset seperti ini sebagai mindset tetap.
Di sisi lain, pada siswa yang senang belajar matematika, bukan berarti mereka tidak pernah menghadapi materi atau soal dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Sering kali justru siswa yang senang belajar matematika akan menghadapi banyak sekali kesulitan, tetapi mereka tidak menyerah dengan kesulitan itu. Mereka merasa jika memberikan usaha yang cukup, maka ada kemungkinan untuk kesulitan itu bisa dilewati. Mereka memiliki rasa penasaran yang kuat untuk dapat menyelesaikan soal sulit, bahkan mereka menganggap soal yang sulit sebagai tantangan yang harus dilewati. Kita sebut mindset yang dimiliki siswa seperti ini sebagai mindset tumbuh.
Siswa dengan mindset tetap percaya bahwa orang yang gagal tidak bisa berubah menjadi orang yang cerdas. Ketika dia berhadapan dengan soal yang setelah dilihat sekilas sama sekali tidak terpikir idenya, maka dia langsung mengklasi-fikasikan dirinya sebagai orang gagal yang tidak akan pernah bisa menyelesaikan soal sulit itu. Berbeda dengan pandangan siswa ber-mindset tumbuh, ketika dia gagal dalam memikir-kan solusi dari suatu soal, dia tidak menyerah. Dia percaya bahwa dengan terus berusaha, orang yang gagal dapat tumbuh menjadi orang yang cerdas.
“Jika Anda memperlakukan seseorang sebagaimana adanya, dia akan tetap seperti apa adanya, tetapi jika Anda memperlakukan dia seolah-olah dia adalah apa yang seharusnya dan dia bisa, maka dia akan menjadi apa dia seharusnya dan dia bisa” –Johan Wolfgang
BAB I
APAKAH SELALU MEMBERIKAN SOAL MUDAH ADALAH STRATEGI YANG EFEKTIF?
Untuk memahami dampak dari tingkat kesulitan soal latihan yang diberikan pada siswa, Carol Dweck, seorang psikolog asal Amerika, melakukan suatu penelitian pada kelas dimana siswanya memiliki mindset tetap yang ekstrem. Siswa disana cenderung tidak menyukai tantangan dan menghindari soal yang dirasa sulit untuk dikerjakan.
Salah satu hal yang ingin dilihat oleh Dweck, yaitu apakah ketika siswa di kelas tersebut diberikan soal yang mudah berkali-kali, maka akan membantu mereka menjadi lebih gigih dalam menghadapi kesulitan.
Mula-mula Dweck membagi siswa secara acak menjadi dua kelompok. Kelompok pertama di setiap sesinya akan diberikan 15 soal yang semuanya memiliki tingkat kesulitan yang mudah, sedangkan kelompok kedua di setiap sesinya akan diberikan 15 soal dengan dua atau tiga diantaranya adalah soal yang sulit. Pada kelompok dua ini juga diberikan bimbingan untuk mengaitkan kegagalan mereka pada usaha, seperti dengan mengatakan “kamu membutuhkan enam soal benar (semisal agar bisa lulus KKM), tetapi kamu hanya menyelesaikan lima. Artinya, kamu harus berusaha lebih keras lagi.”
Setelah 25 sesi pelatihan dilaksanakan, hasilnya siswa pada kelompok pertama tidak menunjukan perubahan yang signifikan, mereka tidak lebih mampu menghadapi kesulitan daripada sebelumnya. Walaupun mereka menunjukan sema-ngat ketika berhasil mengerjakan soal mudah, tetapi mereka masih melihat kesulitan sebagai sesuatu yang tidak bisa dilewati oleh kemampuannya.
Sedangkan siswa pada kelompok kedua, mereka me-ngalami peningkatan kegigihan ketika dihadapkan dengan kesulitan, mereka akan langsung memberi instruksi pada diri mereka sendiri untuk berusaha lebih keras ketika berhadapan dengan kesulitan. Siswa pada kelompok kedua memiliki makna yang baru tentang kesulitan dan kegagalan yang dihadapi.
Hal ini menunjukan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses pembelajaran. Ketika siswa mengalami kegagalan lalu guru membantunya untuk mengaitkan kegagalan tersebut dengan perlunya memberikan usaha yang lebih baik lagi, maka siswa jadi lebih berusaha bahkan ketika menghadapi tantangan dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Siswa jadi belajar bagaimana caranya belajar.
Carol Dweck sendiri berkomentar bahwa, “Kita ingin membuktikan pada anak-anak kita bahwa mereka pintar, karena kita percaya, itulah yang mereka butuhkan untuk merasa senang pada diri sendiri dan memenuhi potensi mereka. Namun, ada pesan-pesan lebih baik yang bisa kita berikan pada anak-anak kita, pesan-pesan lebih baik tentang apa artinya pintar dan bagaimana usaha untuk menjadi pintar”.
Memberikan siswa soal-soal mudah memang bisa membuatnya merasa senang dalam jangka pendek, tetapi soal ini tidak membuat mereka lebih tangguh dalam menghadapi kesulitan.
Hal ini tidak berarti bahwa siswa harus selalu diberikan soal yang sulit. Soal standar yang biasanya ditemui dalam latihan siswa juga memiliki berbagai manfaat seperti:
- Siswa perlu sesekali berhasil dalam mengerjakan soal, karena jika siswa selalu tidak berhasil menjawab soal maka akan menurunkan motivasi belajarnya.
- Terkadang setelah rumus atau konsep dijelaskan, siswa masih belum paham sepenuhnya mengenai materi tersebut. Namun, setelah diberikan beberapa soal standar untuk latihan, siswa bisa lebih paham.
- Ketika siswa telah dijelaskan suatu materi, semisal tentang teknik integral subtitusi. Meskipun siswa telah paham, umumnya siswa masih kaku dalam meng-gunakan teknik tersebut. Memberi siswa latihan soal standar bisa melatih siswa untuk lebih lancar dalam menggunakan tekniknya, sehingga ketika siswa berha-dapan dengan soal yang lebih kompleks, siswa tidak terhambat oleh hal-hal yang sederhana.
BAB 2: ATURAN GOLDILOCK
Otak manusia pada umumnya menyukai tantangan, tetapi hanya jika tantangan tersebut memiliki tingkat kesulitan yang optimal. Jika soal yang siswa kerjakan selalu mudah, maka akan membuatnya jadi bosan dan mindset siswa pun jadi kurang terlatih, sedangkan jika soal yang siswa kerjakan selalu sangat sulit, maka bisa membuat siswa menjadi kehilangan motivasi dalam belajar. Soal yang baik adalah soal yang berada sedikit di atas kemampuan siswa, tidak mudah dan tidak terlalu sulit.
Ketika soal berada pada zona goldilock, siswa bisa berhasil dan bisa juga gagal dalam menyelesaikan soal tersebut. Hal ini yang sering kali membuat siswa terus termotivasi, siswa merasakan kepuasan dari keberhasilan sekaligus kepuasan dalam pertumbuhan.
Mungkin saja di kelas berisikan beragam siswa dengan zona goldilock yang berbeda-beda sehingga membuat guru sulit memberikan soal seperti apa yang sesuai bagi mereka. Pada kondisi ini, salah satu solusinya adalah dengan memberi-kan siswa soal dengan tingkat kesulitan yang beragam, ada soal sedang dan ada juga soal yang sangat sulit.
BAB 3: PENGARUH CERITA
Randall Bergen mencoba melakukan penelitian apakah mindset mahasiswa bisa dipengaruhi oleh artikel yang diberikan pada mereka. Penelitian dimulai dengan membuat dua jenis artikel yang menceritakan topik yang sama, yaitu tentang kemampuan dari orang-orang hebat seperti Mozart, Einstein, dan anak berumur 18 bulan yang mampu melakukan hal-hal cerdas. Namun, fokus dari pesan yang disampaikan pada kedua artikel itu berbeda.
Pada artikel pertama, diceritakan bahwa kemampuan dari orang-orang hebat itu disebabkan oleh bakat mereka sedari lahir serta kejeniusan mereka dipengaruhi oleh DNA yang mereka miliki. Pada artikel ini juga ditegaskan bahwa orang-orang hebat itu dilahirkan bukan dibentuk.
Sedangkan pada artikel kedua, mulanya berisi hal yang sama yaitu cerita tentang kemampuan yang dimiliki oleh orang-orang hebat, tetapi pada artikel ini ditekankan bahwa kemampuan yang dimiliki orang hebat tersebut berasal dari tindakan dan proses belajar yang mereka lakukan, bukan karena gen mereka.
Bergen menemukan bahwa artikel kedua berpengaruh positif terhadap mindset mahasiswa dan kegigihan mereka ketika dihadapkan dengan kesulitan.
BAB 4: KISAH INSPIRASI
Henry Ford adalah seorang yang merevolusi dunia industri transportasi dengan penemuan mobilnya. Ford tidak menemu-kan mobil hanya dengan mengandalkan kecerdasannya saja, melainkan hal yang lebih berperan dalam penemuan adalah karena kegigihan serta hasratnya untuk bisa membuat mobil yang bisa digunakan oleh banyak orang.
Salah satunya terlihat ketika Ford menemukan mobil pertamanya, meskipun Ford telah berhasil menemukan mobil, tetapi Ford tidak berpuas diri, Ford menyadari jika harga mobilnya masihlah terlampau mahal dan kualitasnya pun tidak begitu bagus.
Hasil penemuan Ford yang terkenal diantaranya adalah Model T, mobil dengan model ini cukup murah dan memiliki kualitas yang baik sehingga banyak orang yang memiliki mobil tersebut. Dinamakan model T karena nama mobil temuan Ford yang pertama dinamai model A, lalu selanjutnya adalah model B, dan seterusnya, hingga memperoleh model T.
Kisah lainnya yaitu ketika Ford ingin mengembangkan penemuannya, Ford meminta para insinyurnya untuk mempro-duksi mesin V8, sebuah mesin mobil yang cukup hebat pada masanya. Namun, para insinyurnya ragu bahwa mesin tersebut bisa dibuat.
Ford lalu berkata, "Pokoknya lakukan"
"Tetapi, itu tidak mungkin", jawab para insinyur
"Lakukan saja", tegas Ford. "Dan jangan berhenti sampai kalian berhasil melakukannya, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan."
Satu tahun berlalu tetapi masih belum ada hasil, semua ide yang terpikir telah dicoba tetapi semua nampak jelas tidak mungkin. Namun, di akhir tahun, ketika Ford melakukan rapat bersama para insinyurnya, Ford mengatakan, "Terus usaha-kan. Aku menginginkannya dan aku akan mendapatkannya".
Mereka kembali bekerja, dan tak lama kemudian mereka menemukan cara untuk membuat mesin tersebut.
…
Jika melihat kisah ilmuwan lain seperti Wright bersaudara dengan penemuan pesawatnya atau Thomas Alfa Edison dengan penemuan lampunya, mereka juga mencapai penemuan itu dengan usaha dan kegigihannya. Bahkan penemuan seperti mobil listrik, toko online, komputer, smartphone, platform edukasi, dan banyak lainnya. Semua itu dibangun dari kegigihan dan ketabahan orang-orang untuk bisa mencapai apa yang mereka harapkan.
BAB 5: BAGAIMANA MEMBANTU SISWA AGAR MAU BERUSAHA MENGHADAPI SOAL SULIT?
Jika melihat olahraga sepeda. Di satu sisi ada seorang anak yang memiliki pengalaman bersepeda selama ratusan jam, namun hal yang bisa dilakukannya sebatas bisa menyeim-bangkan dan menjalankan sepeda tersebut. Disisi lain, ada seorang anak yang juga memiliki pengalaman bersepada selama ratusan jam, namun kemampuan bersepeda yang dimilikinya berbeda, dia bisa menjalankan sepeda dengan mengangkat roda depannya dan juga dia bisa melakukan lompatan dengan sepedanya.
Memiliki kemampuan bersepeda tidak hanya tergantung pada berapa lama seseorang bersepeda, namun juga tergan-tung pada seperti apa proses pengalaman yang dijalani oleh orang tersebut. Dalam analogi ini, hal yang dialami oleh anak kedua adalah dia bersepeda namun tidak hanya dengan menjalankan sepeda itu, dia beberapa kali mencoba bersepeda sambil mengangkat roda depan dan juga menyeimbang-kannya. Dalam proses itu, dia mengalami banyak kegagalan dan mungkin juga rasa sakit, tetapi karena hal itulah dia menjadi sesorang yang bisa melakukan lebih dari pada kebanyakan orang lainnya.
Tantangan dan kesulitan memiliki peran yang penting dalam proses pertumbuhan siswa. Terdapat banyak hal yang bisa dipelajari oleh siswa, ketika dia berusaha menghadapi tantangan dan kesulitan tersebut.
Namun masalahnya, pada siswa yang memiliki mindset tetap, dia berpikir bahwa usaha adalah sesuatu yang harus dihindari karena pertama usaha itu memberikan pesan bahwa dirinya tidak cerdas dan kedua usaha itu hanya membuang energi mereka saja. Akibatnya ketika mereka dihadapkan dengan suatu tantangan atau kesulitan, dia tidak mencoba berusaha dan merasa tidak mampu memberikan perubahan apapun terhadap hasil yang akan dia capai nantinya.
Pemikiran seperti ini yang sebaiknya diperbaiki agar siswa lebih mau berusaha dalam menghadapi soal sulit. Salah satu caranya yaitu dengan menyampaikan pesan-pesan terkait pertumbuhan. Siswa sangat peka dengan pesan yang guru sampaikan, oleh karena itu pesan seperti apa yang tersam-paikan pada siswa akan berpengaruh pada mindset yang siswa miliki.
Ketika guru mengatakan hal seperti “Albert Einstein hebat karena bakat dan IQ yang dimilikinya” maka siswa jadi berpandangan bahwa untuk menjadi cerdas itu hanya bisa dicapai dengan bakat dan IQ.
Sedangkan ketika guru mengatakan bahwa “Albert Einstein hebat karena usaha yang dilakukannya” maka siswa jadi melihat bahwa dengan usaha, maka ada kemungkinan bagi dirinya untuk bisa tumbuh dan menjadi lebih cerdas.
Dalam mengembangkan mindset tumbuh yang siswa miliki guru juga dapat menegaskan bahwa salah satu hal yang paling dihargai disini yaitu usaha yang dilakukan.
Selama siswa tersebut telah berusaha, tidak masalah jika siswa tidak berhasil mengerjakan soal yang diberikan. Hal ini karena ketika siswa berusaha itulah kemampuan siswa terlatih dan cara berpikirnya semakin berkembang.
Bagi siswa yang ingin mencapai prestasi tertentu atau merasa jika kemampuan yang dimiliki masih kurang, maka guru dapat membimbing mereka untuk meningkatkan lagi usahanya serta memperbanyak belajar dengan soal-soal yang menantang dan sulit.
Seiring pemikiran siswa beralih menjadi lebih baik, siswa akan mau berusaha dalam menghadapi soal yang menantang dan sulit.
...
Suatu waktu, ketika saya memberikan soal menantang, siswa tiba-tiba bertanya, “mengapa soal ini sulit?”. Dalam kondisi tersebut saya menjawabnya dengan pertanyaan “Apa itu problem solving?”. Sejenak kami diam lalu saya melan-jutkan “Kalau kamu mengerjakan soal rutin, itu bukan problem solving, tidak akan banyak melatih kemampuan berpikir yang kamu punya”.
BAB 6: BAGAIMANA MERESPON KEGAGALAN SISWA?
Sering kali kegagalan dalam menjawab soal bisa cukup menyakitkan bagi siswa. Ketika siswa gagal, siswa merasa ada suatu hal buruk yang akan dirinya dapatkan, baik itu kritik dari guru, dianggap rendah oleh teman, atau suatu persepsi bahwa dirinya tidak memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang diharapkan. Mengerjakan soal sulit berpeluang lebih besar untuk gagal dibandingkan mengerjakan soal yang mudah. Oleh karena itu, siswa sebaiknya memiliki makna yang baik terhadap kegagalan agar lebih siap dalam meng-hadapi berbagai kemungkinan dalam mengerjakan soal sulit.
Ketika siswa salah menjawab soal, tidak mencapai nilai KKM, atau mengalami kegagalan lainnya, guru dapat menga-itkan kegagalan tersebut dengan saran untuk mereka lebih berusaha lagi, seperti:
- “Kamu sudah menjawab beberapa soal dengan benar, tapi pada beberapa soal lainnya saya lihat kamu kurang teliti, lain kali lebih teliti lagi ya.”
- “Saya lihat kamu telah berhasil mengerjakan salah satu soal sulit yang ada dalam ujian ini, itu hebat. Namun, nilai yang kamu peroleh masih di bawah standar, ini berarti kamu harus lebih berusaha lagi.
- “Kegagalan itu adalah bagian dari pembelajaran”
- “Asesmen tidak bertujuan untuk melabeli kamu. Ketika nilai kamu kecil itu bukan sebagai label bahwa kemam-puan kamu rendah, tetapi lebih ke pemberitahuan bahwa kamu harus belajar lagi agar kemampuan kamu menjadi lebih baik.”
- “Kalau melihat juara-juara olimpiade, entah berapa banyak soal yang gagal mereka kerjakan hingga mereka bisa mencapai kondisi itu.”
- “Kira-kira apa yang perlu kamu lakukan agar di lain waktu kamu bisa berhasil menyelesaikan soal seperti ini?”
- “Saya lihat kamu kurang teliti dalam mengerjakan soal ini. Kira-kira apa hal yang dapat kamu lakukan agar kamu lebih teliti di lain waktu?”
- “Kamu sepertinya belum menguasai materi ini. Bisakah kamu belajar lagi untuk menguasainya?”
No comments:
Post a Comment